IAIN LANGSA

IAIN Langsa
Dahwah Gaul Ala Ustadz Jefri Al-Bukhari | Dr. Budi Juliandi, M.A.

Pendahuluan

Dakwah adalah bagian dari kegiatan Nabi Saw yang dilanjutkan dari generasi ke-generasi Islam. Dakwah yang dulu hanya sebagai kewajiban untuk menyampaikan pesan-pesan agama, kini dengan seiring perubahan zaman, berubah menjadi satu profesi bagi sebagian orang. Terlepas dari itu, yang diharapkan dari kegiatan dakwah adalah pencerahan dan perubahan ummat ke arah yang lebih baik, dengan segala metode atau cara penyampaiannya. Menjadi da’i yang dicintai jamaah tidaklah mudah, walaupun dengan setumpuk gelar akademik, ataupun keluar-masuk dari satu pesantren ke pesantren lain. Aktivitas dakwah adalah sebuah pengabdian kepada ummat dengan menyelami problematika dan kebutuhan mereka. Tentunya, lebih baik jika seorang da’i adalah orang yang dicintai oleh jamaahnya, dengan begitu, dakwah yang disampainya akan mudah diterima. Namun menjadi da’i yang dicintai jamaah tidaklah mudah, walaupun dengan setumpuk gelar akademik – terutama dalam bidang agama – ataupun sudah malang-melintang, keluar-masuk dari satu pesantren ke pesantren lain. Tulisan ini akan mengetengahkan metode dan kesuksesan dakwah Uje (Ustadz Jefri al-Bukhori) yang dikenal dengan dakwah gaulnya itu.

Uje dan Dunia Dakwah: Sebuah  Transformasi Positif

Sempat nyantri di Pesantren  Darul Qalam Tanggerang tidak cukup membuat Uje menjadi dai yang terkenal seperti sekarang (sebelum beliau meninggal dunia). Dia tidak hanya merupakan da’i yang lahir dari rahim pesantren, namun juga lahir dari sebuah madrasah yang bernama pengalaman hidup sebagai seorang anak muda. Dia adalah ‘anak hilang’ yang kemudian dapat kembali. Dibekali dengan ilmu-ilmu agama di Pesantren Darul Qalam Tanggerang memberikan keberuntungan tersendiri bagi Uje karena saat ia sadar dan terjaga dari lingkaran hidup anak muda kota besar, dia masih mampu melihat cahaya terang karena ia pernah bergelut dengan ilmu-ilmu agama tersebut.

Kiprah dakwah Uje adalah sebuah transformasi dari seorang santri menjadi seorang artis, dan akhirnya memilih dunia dakwah sejak tahun 2000 dengan memadukan bakat dakwah dari pesantren dan bakat acting dari dunia sinetron, sehingga hasil dari perpaduan bakat itu melahirkan sebuah model baru dalam berdakwah. Model baru yang melejitkan namanya dengan julukan ustadz gaul. Sebuah julukan yang punya makna bahwa beliau tidak hanya sebagai seorang da’i tapi juga mampu membangun komunikasi yang baik dengan jamaahnya dengan bahasa yang sangat khas anak muda.

Metode Dakwah Uje

Untuk melihat metode dakwah Uje, perlu kiranya dipaparkan pendapat Shamim A Siddiqi dalam buku Methodology of Da’wah (90: 1989) tentang 10 hal yang harus diperhatikan oleh seorang da’i dalam berdakwah di era kontemporer ini: 1) kepada siapa pesan dakwah tersebut akan disampaikan (to whom the message is to be delivered), 2) suasana hati jama’ah (mood), 3) kebiasaan (habits) dan selera (tastes) jama’ah, 4) hal-hal yang mereka suka dan benci (their likes and dislikes), 5) bidang kajian yang mereka sukai (fields of interest), 6) masyarakat di mana mereka tinggal (the society in which they live), 7) kelemahan (weaknesses) dan kekurangan (shortcomings), 8) masalah psikologis mereka (psychological problems), 9) bahasa lisan yang mereka pakai (spoken language), dan 10) bahasa gaul mereka (their slang).

Dari 10 hal di atas, tidak berlebihan kiranya kalau penulis menilai dakwah yang disampaikan Uje ke kalangan anak muda memenuhi kriteria yang dibuat oleh Shamim A Siddiqi tersebut.

Dakwah dengan Gaya Bahasa Anak Muda

Salah satu metode dakwah yang dilakukan Uje adalah adalah bahwa ia menyampaikan dakwahnya dengan gaya bahasa khas anak muda. Walaupun sempat mendapat kritik dari beberapa penyelenggara dakwah mengenai bahasa gaul yang dipakai saat berceramah, namun Uje tetap pada pendiriannya untuk terus berdakwah dengan gaya bahasa anak muda ketika yang dihadapinya adalah jamaah dari kalangan anak muda. Dalam tabloid Bintang edisi April 2013 Uje berujar: “Ketika yang dihadapi adalah anak TK, maka jadilah Guru TK, jangan jadi guru SMA, enggak akan nyambung!”

Metode dakwah dengan gaya bahasa anak muda ini dilihat dari kriteria yang dibuat oleh Shamim A Siddiqi sudah tepat. Uje menggunakan secara tepat bahasa lisan yang dipakai oleh anak muda, bahasa gaul mereka, dan ia paham betul kepada siapa pesan dakwah tersebut ia sampaikan.

Seorang da’i harus mampu menyampaikan dakwah dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak muda daripada menyampaikan pesan-pesan agama dengan bahasa-bahasa majazi, penuh dengan istilah-istilah ilmiah  yang susah mereka cerna. Pesan-pesan agama melalui dakwah yang sejatinya bisa dengan mudah dicerna dan dipahami, namun jika disampaikan dengan bahasa yang susah dimengerti akan tidak bermanfaat atau malah dapat menimbulkan multi tafsir di kalangan jamaah. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pendengarnya agar mendapatkan pemahaman yang baik sejalan dengan firman Allah Swt: “Kami tidak mengutus seorang Rasul pun melainkan bahwa ia berbicara dengan bahasa kaumnya (bi lisani qawmih) agar ia memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” QS Ibrahim [14: 4].

Dakwah dengan Keteladanan dan Kepedulian terhadap Anak Muda

Seperti yang dikatakan oleh Shamim A Siddiqi bahwa dakwah sejatinya tidak hanya berbentuk kata-kata, tapi juga perbuatan nyata karena disitulah letak keberhasilan dakwah Rasulullah Saw. Beliau mengatakan: “Dakwah is not only words spoken but also actions to invite a person to come closer to Allah Swt. This method was also done by Prophet Muhammad Saw in spreading Islam at that time. The success of the Prophet in conducting Dakwah activities was also due to his good ethical conduct.” (Dakwah tidak hanya merupakan sejumlah kata-kata yang diucapkan, namun juga merupakan tindakan untuk mengajak seseorang agar lebih mendekat kepada Allah Swt. Metode dakwah ini juga telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam menyebarluaskan agama Islam pada saat itu. Kesuksesan Nabi melakukan kegiatan dakwah juga dikarenakan akhlak beliau yang baik).

Satu hal yang mungkin tidak banyak dimiliki oleh penceramah lainnya adalah kepedulian Uje terhadap anak muda. Uje punya kiat tersendiri untuk memberikan solusi bagi anak-anak muda yang tengah dirundung masalah. Beliau mengayomi anak muda, enak diajak ngobrol, dan paham bagaimana berhadapan dengan anak muda serta bagaimana caranya memberikan solusi kepada anak muda. Beliau tak hanya berdakwah melalui kata-kata, tapi juga lewat perbuatan nyata. Dia adalah contoh nyata yang dapat bangkit setelah terjatuh dan melepaskan diri dari segala kenakalan anak muda. Dia bukan pengamat anak muda yang secara tiba-tiba bermetamorfosa menjadi da’i. Beliau adalah da’i yang merakyat, membumi, mengindonesia, dan siap blusukan melihat langsung kehidupan orang-orang sekitar karena dia bagian dari mereka.

Kesuksesan Dakwah Uje

Kesuksesan seorang da’i bukan terletak pada besarnya honor ceramah yang diperoleh, bukan pula rumah dan mobil mewah yang bisa dibanggakan hasil jerih payah berdakwah, serta tidak pula padatnya jadwal ceramah yang diterima. Kesuksesan seorang da’i dapat dilihat sejauhmana ia mampu merebut hati jama’ah dengan mengetahui kebiasaan, selera, hal-hal yang mereka suka dan benci, bidang kajian yang mereka sukai, kelemahan, kekurangan, dan masalah psikologis mereka. Namun di atas itu semua kesuksesan terbesar seorang da’i adalah penghargaan masyarakat dan jamaah setelah da’i tersebut berpulang ke rahmatullah. Inilah wujud kesuksesan Uje di akhir perjalanan hidupnya di dunia. Kehormatan tersendiri dapat disalatkan di Masjid terbesar se-Asia Tenggara itu. Wafat di hari yang baik dan disalatkan di masjid kebanggaan ummat Islam Indonesia dengan tumpahan jamaah dan air mata yang mengiringi jenazah sampai ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Ini membuktikan betapa sebenarnya beliau  begitu dicintai oleh banyak orang, baik yang mengenal langsung maupun tidak. Banyak orang terkenal di negara ini, tapi ketika meninggal dunia, tidak ditangisi oleh banyak orang, tidak banyak orang yang melayat jenazahnya, mensalatkan dan mengantarkan ke peristirahatannya yang terakhir.

Uje adalah da’i sejuta pelayat. Semua orang ingin ambil bagian menggotong keranda jenazahnya. Semua berebut. Rata-rata anak muda. Sungguh fenomenal. Kini Uje sudah mengahadap Allah Swt diiring-iringi oleh ribuan orang yang mendoakannya. Jangan-jangan kepergian kita tidak ditangisi, malah diharapkan dan disyukuri oleh orang lain karena mereka muak melihat tingkah laku kita, kemewahan yang kita pamerkan serta jauhnya diri kita dari ummat.

Penutup

Memadukan cara dakwah yang populis di kalangan anak muda dengan menjadi pionir ustadz gaul tanpa mengurangi kualitas dakwah adalah posisi Uje yang distingtif dalam berdakwah. Dia adalah sosok da’i muda yang berjiwa muda dan memberikan pencerahan kepada anak-anak muda dengan model dakwah yang ‘anak muda banget’ dengan tidak mendakwahi anak muda dengan materi melulu siksa neraka. Disinilah menurut penulis kekhasan Uje yang perlu ditiru oleh da’i-da’i muda yang sedang meniti jalan dakwah. Indikasi lain kesuksesan beliau berkiprah sebagai da’i adalah bahwa beliau sangat dicintai oleh masyarakat, terutama kalangan anak muda. Fa’tabiru ya uli al-abshar!

 

Penulis : Budi Juliandi, MA