slot online terpercaya

IAIN LANGSA

IAIN Langsa
AICIS Ke 18 Resmi Ditutup,Lahirkan Lima Rekomendasi

PALU (Humas) - Pertemuan para sarjana muslim dunia yang digelar selama tiga hari mendesak agar pemerintah Indonesia dan pemerintah negara-negara Islam lain di kawasan agar mengambil langkah kongkrit guna mengerem laju radikalisasi yang semakin mengkhawatirkan.
 
Pertemuan para sarjana dan pemikir muslim dalam forum The 18 th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Institut Agama Islam negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah 17-20 September 2018 ini merekomendasikan lima poin yang perlu dipertimbangkan pemerintah negara-negara islam agar radikalisme dapat dilokalisir dan dijauhkan dari generasi muda.
 
Pada penutupan sidang AICIS, rabu (19/9), juru bicara Prof. Dr. Noohaidi SC mengungkapkan, para praktisi studi Islam dari berbagai negara telah melakukan 63 panel dan 7 special panel yang menghasilkan banyak input bagi dunia islam terkini. Panel-panel ini telah menyaring berbagai fenomena radikalisme di berbagai negara di dunia.
 
Telah terjadi kesepakatan yang bulat dari para panelis dalam sidang-sidang AICIS, bahwa tak ada penjelasan tunggal dan sederhana pada kasus radikalisme dan berbagai masalah pelik yang dihadapi masyarakat muslim saat ini. 
 
“Krisis dunia islam dilatar belakangi berbagai hal yang sifatnya multidimensional,” kata Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
 
Indonesia dan negara-negara muslim lain tengah dilanda radikalisme yang semakin mengkhawatirkan. Model pokok yang dapat ditangkap secara umum adalah adalah adanya trasformasi paham radikal kepada generasi muda yang disuntikkan oleh para ideolog radikal melalui dialog.
 
“Paham radikal sangat cepat merasuk apabila diterima kalangan muda yang dilanda frustasi dengan berbagai fenomena sosial seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran dan berbagai macam kondisi tidak idel lainnya” tambahnhya. 
 
Radikalisme kalangan muda, kata Noorhaidi,  juga tidak bisa dipisahkan dari perubahan sosial yang cepat, modernisasi, dan globalisasi.
 
Untuk itulah forum yang diparkarsai Kementerian Agama RI ini menghasilkan simpulan, bahwa menangani radikalisme tidak bisa dilakukan melalui satu jalur. Bila selama ini pemerintah negara-negara Islam cenderung berfokus pada pendekatan ideologi, kini saatnya mengambil pendekatan bidang ekonomi, budaya, dan sosial.
 
AICIS adalah forum kajian keislaman yang diprakarsai Indonesia sejak 18 tahun lalu. Pertemuan para pemikir islam ini menjadi barometer perkembangan kajian Islam dan tempat bertemunya para pemangku kepentingan studi islam dunia.
 
Keynote speaker dalam serangkaian sidang ini adalah Menetri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan Dominik Müller Ph.D dari Max Planck Institute for Social Anthropology, Jerman, yang merupakan pakar antropologi agama yang penelitiannya berbasis di asia tenggara termasuk indonesia. Pembicara asing lainnya adalah Prof. Dr. Hans Christian Gunther dari Albert Ludwig Universitat, Freiburg, Jerman, Dr. Hew Wai Weng dari University Kebangsaan Malaysia, dan Dr. Ken Miichi dari Waseda University, Jepang.
 
Lima Butir Rekomendai AICIS :
 
1. Terdapat kebutuhan untuk meninjau beberapa perspektif lama dalam studi islam dan masyarakatnya.
2.Perspektif terbaru studi islam perlu menilik kembali akar sejarahnya dalam membangun model Islam moderat sebagaimana yang ada di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara.
3. Bentuk Intoleransi saat ini terwujud dalam berbagai bentuk yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor ideologis maupun instrumen lain yang semuanya memerlukan respon dan strategi lanjutan. Diperlukan koeksistensi untuk membangun toleransi dan perdamaian melalui berbagai program dan aksi yang relevan.
4. Pemahaman yang signifikan tentang radikalisme di kalangan muda akan melahirkan kemungkinan strategi dan jalan keluar yang terpadu serta langkah-langkah yang komprehensif untuk memutus rantai radikalisme dan terorisme.
5. Selain pendekatan ideologi dan program deradikalisasi, langkah-langkah dalam bidang ekonomi, budaya, dan pendekatan sosial harus segera diambil untuk mengikis pengaruh radikalisme dan terorisme. (Syahrial)